Tsunami dan Mengapa Bisa Terjadi

Di laut yang dalam, gelombang tsunami dapat Berjalan dengan kecepatan 500 s/ d 1000 Kilometer/ jam. Setara dengan kecepatan pesawat terbang

Tsunami (bahasa Jepang??; tsu= pelabuhan, nami= gelombang, secara harafiah berarti" ombak besar di pelabuhan") ialah perpindahan badan air yang disebabkan oleh pergantian permukaan laut secara vertikal dengan mendadak. Pergantian permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di dasar laut, letusan gunung berapi dasar laut, longsor dasar laut, maupun maupun hantaman meteor di laut. Gelombang tsunami dapat merambat ke segala arah. Tenaga yang dikandung dalam gelombang tsunami ialah tetap terhadap guna ketinggian dan kelajuannya.


Di laut yang dalam, gelombang tsunami dapat Berjalan dengan kecepatan 500 s/ d 1000 Kilometer/ jam. Setara dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang di laut dalam hanya dekat 1 meter. Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang lagi terletak di tengah laut. Kala mendekati tepi laut, kecepatan gelombang tsunami menurun hingga dekat 30 km per jam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga mencapai puluhan meter. Hantaman gelombang Tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer dari bibir tepi laut. Kehancuran dan korban jiwa yang terjalin karena Tsunami bisa diakibatkan karena hantaman air maupun material yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami.


Tsunami bisa terjadi
Tsunami datang


Akibat negatif yang diakibatkan tsunami ialah mengusik apa saja yang dilaluinya. Tidak cuma menimbulkan korban jiwa, tumbuh- tanaman, Bangunan, dan memunculkan genangan, pencemaran air asin lahan pertanian, tanah, dan air bersih.


Sejarawan Yunani bernama Thucydides yakni orang dini yang mengaitkan tsunami dengan gempa dasar laut. Namun hingga abad ke- 20, pengetahuan mengenai faktor tsunami masih sangat sedikit. Studi masih terus dicoba buat memahami faktor tsunami.


geologi, geografi, dan oseanografi pada masa setelah itu menyebut tsunami bagaikan "gelombang laut seismik".


Sebagian kondisi meteorologis, semacam badai tropis, dapat memunculkan gelombang badai yang diucap bagaikan meteor tsunami yang ketinggiannya sebagian meter di atas gelombang laut normal. Kala badai ini mencapai daratan, bentuknya bisa menyerupai tsunami, meski sebetulnya bukan tsunami. Gelombangnya bisa menggenangi daratan. Gelombang badai ini pernah menggenangi Burma (Myanmar) pada Mei 2008.


Wilayah di dekat Samudra Pasifik memiliki Pacific Tsunami Warning Centre (PTWC) yang menciptakan peringatan apabila terdapat ancaman tsunami pada wilayah ini. Wilayah di dekat Samudera Hindia lagi membangun Indian Ocean Tsunami Warning System (IOTWS) yang hendak berpusat di Indonesia.


Bukti- fakta historis menunjukkan jika megatsunami dapat jadi saja terjalin, yang memunculkan sebagian pulau dapat tenggelam


Faktor terjadinya tsunami


Tsunami dapat terjalin apabila terjalin hambatan yang memunculkan perpindahan sebagian besar air, semacam letusan gunung api, gempa bumi, longsor maupun meteor yang jatuh ke bumi. Namun, 90% tsunami ialah akibat gempa bumi dasar laut. Dalam rekaman sejarah sebagian tsunami diakibatkan oleh gunung meletus, misalnya kala meletusnya Gunung Krakatau.


Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat menimbulkan dasar laut naik maupun turun secara mendadak, yang menimbulkan hambatan keseimbangan air yang terletak di atasnya. Mengenai ini menimbulkan terjadinya aliran tenaga air laut, yang kala sampai di tepi laut jadi gelombang besar yang menimbulkan terjadinya tsunami.


Kecepatan gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut di mana gelombang terjalin, dimana kecepatannya bisa mencapai ratusan kilometer per jam. Apabila tsunami mencapai tepi laut, kecepatannya hendak jadi kurang lebih 50 km/jam dan energinya sangat mengusik daerah tepi laut yang dilaluinya. Di tengah laut besar gelombang tsunami hanya sebagian cm hingga sebagian meter, namun disaat mencapai tepi laut besar gelombangnya bisa mencapai puluhan meter karena terjalin penumpukan masa air. Disaat mencapai tepi laut tsunami hendak merayap masuk daratan jauh dari garis tepi laut dengan jangkauan mencapai sebagian ratus meter terlebih bisa sebagian kilometer.


Gerakan vertikal ini dapat terjalin pada patahan bumi maupun sesar. Gempa bumi pula banyak terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng samudera menelusup ke dasar lempeng daratan.


Tanah longsor yang terjadi di dasar laut serta runtuhan gunung api pula dapat menimbulkan hambatan air laut yang dapat menghasilkan tsunami. Gempa yang memunculkan gerakan tegak lurus lapisan bumi. Akibatnya, dasar laut naik- turun secara mendadak sehingga keseimbangan air laut yang terletak di atasnya tersendat. Demikian pula halnya dengan benda kosmis maupun meteor yang jatuh dari atas. Apabila ukuran meteor maupun longsor ini cukup besar, dapat terjalin megatsunami yang tingginya mencapai ratusan meter.


Gempa yang memunculkan tsunami


* Gempa bumi yang berpusat di tengah laut dan dangkal( 0– 30 km)

* Gempa bumi dengan kekuatan sekurang- minimnya 6, 5 Skala Richter

* Gempa bumi dengan pola sesar naik maupun sesar turun


Banyak kota- kota di dekat Pasifik, sangat utama di Jepang dan pula Hawaii, mempunyai sistem peringatan tsunami dan prosedur evakuasi buat mengatasi kejadian tsunami. Bencana tsunami dapat diprediksi oleh berbagai institusi seismologi di berbagai penjuru dunia dan proses terjadinya tsunami dapat dimonitor melalui fitur yang ada di dasar maupun permukaan laut yang terhubung dengan satelit.


Perekam tekanan di dasar laut bersama- sama dengan perangkat yang mengapung di laut buoy, dapat digunakan buat mengenali gelombang yang tidak dapat dilihat oleh pengamat manusia pada laut dalam. Sistem sederhana yang dini kali digunakan buat memberikan peringatan dini hendak terjadinya tsunami pernah dicoba di Hawaii pada tahun 1920- an. Sehabis itu, sistem yang lebih canggih dibesarkan lagi sehabis terjadinya tsunami besar pada bersamaan pada 1 April 1946 dan 23 Mei 1960. Amerika serikat membuat Pasific Tsunami Warning Center pada tahun 1949, dan menghubungkannya ke jaringan data dan peringatan internasional pada tahun 1965.


Salah satu sistem buat sajikan peringatan dini tsunami, CREST Project, dipasang di tepi laut Barat Amerika Serikat, Alaska, dan Hawai oleh USGS, NOAA, dan Pacific Northwest Seismograph Network, serta oleh 3 jaringan seismik universitas.


Hingga dikala ini, ilmu tentang tsunami sudah cukup berkembang, meski proses terjadinya masih banyak yang belum diketahui dengan pasti. Episenter dari sesuatu gempa dasar laut dan bisa jadi kejadian tsunami dapat cepat dihitung. Pemodelan tsunami yang baik telah sukses memperkirakan seberapa besar besar gelombang tsunami di daerah sumber, kecepatan penjalarannya dan waktu sampai di tepi laut, berapa ketinggian tsunami di tepi laut dan seberapa jauh rendaman yang dapat jadi terjalin di daratan. Walaupun begitu, karena aspek alamiah, semacam kompleksitas topografi dan batimetri dekat tepi laut dan adanya corak berbagai tutupan lahan (baik tumbuhan, bangunan, dll), estimasi waktu kedatangan tsunami, ketinggian dan jarak rendaman tsunami masih belum bisa di Tampilkan secara akurat.


Posting Komentar